Hujan - Tere Liye

Selamat pagi menjelang siang, pukul 10.20, dan gue memilih untuk menulis dan ngepost di blog, padahal tesis sedang menunggu untuk disentuh dan dimanjakan [kebiasaan emang suka nunda pekerjaan].
Di luar, gak ada panas-panasnya sama sekali alias mendung, adem buat bobo, sambil dengerin soundtracknya Fifty Shades of Grey, udah paling cocok buat berleha-leha di kasur. Well, sebelum gue melanjutkan membaca Outcast karangan Okky Madasari, ada baiknya gue sedikit memberi ulasan mengenai si Hujan miliknya Tere Liye yang merupakan buku Tere Liye yang pertama kali gue baca. 
Alasan beli: gw gak beli, gw dikasih sama Novelda Zulmi sebagai hadiah ulang tahun yang telat dikasih sebenarnya. But, teteup kok, makasih loh Jeng Novel.. 


Tentang PersahabatanTentang Cinta, Tentang Perpisahan, Tentang Melupakan, Tentang Hujan


   Alkisah Lail, gadis yang akan berusia 21 tahun seminggu lagi, memutuskan untuk melakukan modifikasi otak untuk melupakan hal yang paling ingin dilupakannya: hujan.

21 Mei 2042. Hari itu Lail masih berusia 13 tahun, saat terjadi bencana mahadahsyat yang melibatkan gunung api purba yang kembali aktif dan meletus. Letusannya melebihi letusan Gunung Krakatau. Lail seketika menjadi yatim piatu, dan hanya seorang diri dari keluarganya yang tersisa. Beruntung mungkin, Lail diselamatkan Esok, seorang bocah lelaki yang sejengkal lebih tinggi dari Lail. Esok merupakan bocah lelaki yang pintar beradaptasi, pintar berbaur di tenda pengungsian, dan peduli terhadap Lail semenjak saat itu. Esok menjelma menjadi sosok seorang kakak untuk Lail, 
yang selalu hadir untuk menemani masa-masa sedihnya pasca menjadi yatim-piatu. Satu tahun berlalu setelah bencana, aktivitas mulai hidup kembali walau belum sepenuhnya normal. Esok diangkat anak oleh seorang kaya di kota mereka karena kecerdasan yang dimilikinya. Tentu saja, Lail tidak ikut, sehingga Lail harus ikut dengan anak-anak lainnya ke panti sosial. Sedih memang harus berpisah dengan Esok, tapi Esok berjanji untuk sering menemui Lail setelah mereka pindah ke tempat mereka masing-masing. Lail baru berusia 14 tahun, belum terjadi apapun terhadap perasaannya kepada Esok.

Di panti sosial, Lail bertemu Maryam. Maryam sepantaran dengan Lail. Ceria, berambut kribo, berjerawat, hobi membaca buku puisi tentang cinta, dan yang kemudian menjelma dari teman sekamar Lail menjadi sahabat Lail dan juga partner dalam berbagai hal. Kala itu, Lail masih menutup rapat tentang sosok Esok dari maryam. Hanya Ibu Panti yang dijuluki Ibu Suri yang mengetahui tentang Esok, walaupun hanya sekilas.
Esok tetap menepati janjinya untuk menemui Lail, walaupun hanya sebentar. Esok dituntut untuk terus belajar oleh ayah angkatnya, agar dapat berkuliah di salah satu universitas di Ibu Kota. Waktu yang hanya sebentar cukup untuk Lail melepas rindu. Lail tidak pernah ingin merepotkan Esok dengan meminta lebih. Saat itu, Lail belum merasakan apapun.
Kegiatan terus berjalan, hingga akhirnya dengan motivasi yang dimulai oleh Maryam, mereka berdua mendaftar menjadi anggota relawan dan lolos seleksi di usia mereka yang masih sangat muda, menoreh prestasi dan membuat mereka mendapat penghargaan di Ibukota. Esok sudah menjadi mahasiswa kala itu. Kehadiran Esok di acara penghargaan mereka membuat Lail terpaksa menceritakannya pada Maryam. Dengan kejujuran yang dimiliki Maryam, setelah itu bukan menjadi hal yang mudah dilewati oleh Lail. Maryam kerap kali menggodanya tentang Esok. Hal ini lah yang kemudian menyadarkan perasaan yang dimiliki Lail.
Kegiatan sekolah perawat yang mereka jalani mampu sedikit menghilangkan sosok Esok dari pikiran Lail. Berita seputar perkembangan dunia dan negarasemenjak peristiwa bencana juga menjadi perhatian Lail dalam kehidupannya sehari-hari. Nyatanya, semua perkembangan semenjak bencana ternyata berhubungan dengan Esok. Dengan perasaan yang sudah disadarinya, dengan kegundahan tentang perasaan Esok, dengan adanya rahasia yang diembannya, dengan adanya permohonan-permohonan dari orang di sekitarnya, Lail menutup dirinya. Memilih untuk menghapus ingatannya dengan mendatangi paramedis senior Elijah. Untuk melupakan satu hal yang dicintainya kemudian dibencinya, yaitu hujan.


*******************************************************  
Kira-kira seperti itu ceritanya, hanya sekilas ya, 'gak semua tokoh gue cantumkan, soalnya udah lumayan banyak spoiler yang gue ceritakan di sini. 
    
    Overall, gue suka cerita ini. Mungkin sedikit dipengaruhi perasaan melankolis yang sedang gue hadapi (curhat). Lail, menurut tafsiran gue, tokoh yang cenderung tertutup, introvert, telmi (telat sadar sama perasaannya sih sebenarnya), polos, jadi anak nakal gara-gara bergaul sama Maryam (kaya gue yang anak baik jadi nakal gara-gara bergaul sama Novelda). Maryam itu aktif, ramai, cerewet, romantis gara-gara buku, tukang bully Lail. Esok, sosok cerdas, pintar, ulet, gak suka bebanin orang, jenius, setia, daaan gak digambarin sih, semoga ganteng. 

8.5 bintang dari 10 bintang!!!

“Lail, kamu tahu kenapa kita mengenang banyak hal saat hujan turun?” Maryam
tiba-tiba menceletuk bertanya.
Lail menoleh, menggeleng.
“Karena kenangan sama  seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa mengehentikannya.
Bagaimana kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit?
Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya.”



  gue anti mainstream makanya fotonya cuma cover bagian belakang :) :)
photo by Angel Sinulingga 





Komentar

Postingan Populer